Pada “PINTAR Voices”, kami mengajukan pertanyaan kepada ahli AMR internasional tentang pekerjaan mereka, sektor swasta, informasi seputar kebijakan dan pandemi COVID-19.
Narasumber bulan ini adalah Dr Kathy Holloway, dari Institusi Studi Pembangunan di Kampus Universitas Sussex, Inggris Raya, mantan Penasihat Regional WHO untuk Obat Esensial dan Obat Lain untuk Asia Tenggara, dan anggota Komite Penasihat di Studi PINTAR.

1. Bagaimana Anda dan pekerjaan Anda saat ini berkontribusi dalam melindungi Indonesia dari ancaman resistensi antibiotik?
Pekerjaan saya berfokus pada dampak kebijakan obat esensial terhadap penggunaan antibiotik dan cara mengumpulkan data tentang kebijakan dan penggunaan, termasuk di Indonesia. Hasil yang dipublikasikan [1-5] menunjukkan bahwa data tentang penggunaan dan kebijakan antibiotik dapat dikumpulkan dengan cepat (dalam 2 minggu) dan akurat oleh pegawai pemerintah dengan menggunakan alat buku kerja jika diawasi dengan baik.
Kebijakan yang terkait dengan pengurangan penyalahgunaan antibiotik meliputi:
• unit pemerintah yang didedikasikan untuk mempromosikan penggunaan obat-obatan secara rasional
• strategi nasional untuk mencegah AMR
• implementasi (melalui pelatihan dan distribusi) pedoman klinis dan daftar obat esensial
• kampanye edukasi publik reguler tentang penggunaan antibiotik
• melarang ketersediaan antibiotik yang dijual bebas
• mengatur promosi obat
• melarang menambah pendapatan bagi pemberi resep dari penjualan obat-obatan
• dan mendapatkan obat-obatan gratis di tempat perawatan kesehatan di sektor publik.
Semakin banyak kebijakan tersebut diterapkan, semakin rendah penyalahgunaan antibiotik
2. Apa pendapat Anda tentang peran sektor swasta dalam meningkatkan penggunaan antibiotik yang tepat?
Sektor swasta dapat membantu meningkatkan penggunaan antibiotik yang tepat JIKA diatur dengan benar oleh pemerintah dan JIKA kampanye pendidikan publik yang efektif dan teratur dijalankan.
Sayangnya, tak satu pun dari aktivitas tersebut yang sering dilakukan oleh pemerintah. Antibiotik jenis WATCH dan RESERVE tidak boleh tersedia tanpa resep dan ini harus diterapkan. Kebijakan pemberian harga antibiotik jenis WATCH yang ditetapkan lebih tinggi daripada jenis antibiotik ACCESS, dapat membantu mengurangi penggunaan antibiotik jenis WATCH.
3. Jenis intervensi terbaik apakah yang dapat dilakukan dengan melibatkan penjual obat swasta untuk menginformasikan kebijakan AMR di tingkat nasional dan internasional?
Intervensi efektif yang terdokumentasi dengan baik dan melibatkan penjual obat adalah satu-satunya yang mungkin dilakukan untuk menginformasikan kebijakan AMR di tingkat nasional dan internasional. Pendekatan yang efektif mungkin membutuhkan:
- Pengedukasian bagi penjual obat dan masyarakat tentang penggunaan antibiotik dan kapan tidak boleh menggunakan antibiotik, dengan fokus pada kondisi umum seperti infeksi saluran pernapasan atas akut dan diare akut, dan jika memungkinkan, melibatkan praktisi lokal dalam penyuluhan.
- Masukan peraturan terkait dengan (1) penegakan larangan ketersediaan antibiotik jenis WATCH dan RESERVE yang dijual bebas dan (2) peningkatan pemantauan promosi antibiotik dengan tujuan untuk membatasi aktivitas yang tidak sesuai.
4. Menurut Anda, bagaimana pandemi COVID-19 akan mempengaruhi upaya penanganan AMR di Indonesia dan negara lainnya?
Pandemi COVID-19 kemungkinan akan meningkatkan penggunaan antibiotik dan adanya AMR. Banyak kasus infeksi saluran pernapasan akut yang cenderung menerima antibiotik karena dikhawatirkan dapat disebabkan oleh COVID-19 padahal antibiotik tidak efektif untuk COVID-19 dan kemungkinan infeksi bakteri sekunder jauh lebih rendah dibandingkan dengan influenza.
Efek ekonomi dari pembatasan akses dan sosial cenderung menyebabkan kurangnya dana untuk kesehatan dan tindakan pencegahan seperti air dan sanitasi yang baik, serta tindakan pengendalian infeksi lainnya yang sebenarnya akan membantu mencegah penyebaran AMR dan COVID-19.
Referensi
- Holloway KA, Henry D, (2014) “WHO Essential Medicines Policies and Use in Developing and Transitional Countries: an analysis of reported policy implementation and medicines use surveys” PLOS Medicine, 11(9): e1001724. doi:10.1371/journal.pmed.1001724
- Holloway KA, Rosella L, Henry D. (2016) The Impact of WHO Essential Medicines Policies on Inappropriate Use of Antibiotics. PLoS ONE; 11(3): e0152020. doi: 10.1371/ journal.pone.0152020.
- Holloway KA, Kotwani A, Batmanabane G, Puri M, Tisocki K. (2017) Antibiotic use in South-East Asia and policies to promote appropriate use: reports from country situational analyses. BMJ; 358: j2291: http://dx.doi.org/10.1136/bmj.j2291
- Holloway KA, Kotwani A, Batmanabane G, Santoso B, Ratanawijitrasin S, Henry D (2018). “Promoting quality use of medicines in South-East Asia: reports from country situational analyses”. BMC Health Services Research; 18:526. https://doi.org/10.1186/s12913-018-3333-1.
- Holloway KA, Ivanovska V, Manikandan S, Jayanthi M, Mohan A, Forte G, Henry D (2020). “Identifying the most effective essential medicines policies for quality use of medicines: a replicability study using three World Health Organisation data-sets”. PLoS ONE 15(2): e0228201, https://doi.org/10.1371/journal.pone.0228201.