Dukungan Pemerintah Dibutuhkan Apotek Komunitas dalam Situasi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat di Masa Depan

Press release PINTAR, 1 Juli 2022

Penelitian terbaru di Indonesia mengungkapkan bahwa Pemerintah Indonesia perlu memperkuat langkah untuk memastikan keamanan kerja, metode, dan keterlibatan personel apotek dalam upaya menanggapi pandemi di masa depan.

Peneliti dari Indonesia, Australia, dan Inggris melakukan wawancara terhadap apoteker dan tenaga teknis kefarmasian untuk menggali pengalaman, keamanan kerja, dan sikap mereka selama pandemi COVID-19 di Indonesia, negara yang mencatat lebih dari enam juta kasus dan 150.000 kematian akibat COVID-19. Hasil penelitian dipublikasikan pada tanggal 1 Juli 2022 di PLOS Global Public Health.

“Kami melakukan wawancara mendalam dengan 21 staf apotek dari 16 provinsi,” kata penulis utama dr. Luh Putu Lila Wulandari. “Sebagian besar peserta adalah apoteker yang bekerja setidaknya selama 3 tahun di apotek ritel dan apotek milik perseorangan.”

Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian melaporkan adanya permintaan yang meningkat dari masyarakat karena masyarakat khawatir akan terpaksa menjalani karantina di rumah sakit jika terdeteksi terkena virus COVID-19 saat mengunjungi klinik dan rumah sakit. Beberapa apotek komunitas juga menjaga dan meningkatkan pelayanan melalui layanan jarak jauh.

Apotek komunitas melaporkan adanya tantangan yang signifikan dalam memberikan pelayanan di masa pandemi. Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian tidak hanya merasa mereka akan terpapar virus COVID-19, tetapi juga adanya peningkatan biaya serta sering kehabisan stok masker, hand sanitizer, dan obat-obatan. Meskipun hal tersebut adalah permasalahan yang sama di seluruh dunia selama fase pandemi yang memprihatinkan, namun hal tersebut menjadi tantangan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah yang lebih rentan mengalami kehabisan stok.

Apotek komunitas sebagai pemain penting dalam sistem kesehatan

Di banyak negara, apotek komunitas biasanya menjadi tujuan pertama yang menjadi penghubung antara pasien dan sistem kesehatan, terutama yang memiliki keterbatasan layanan kesehatan. Hal tersebut juga dijelaskan oleh salah satu peneliti utama PINTAR, yaitu Prof. Ari Natalia Probandari, MPH., Ph.D dari Universitas Sebelas Maret : “Studi ini menekankan betapa pentingnya apotek komunitas, yang merupakan penyedia layanan kesehatan pertama. Artinya, ketika masyarakat mengalami gangguan kesehatan justru memiliki kebiasaan melakukan kontak pertama dengan datang ke apotek,”. Prof Ari juga menekankan penjelasannya, “Apalagi di masa pandemi, karena ada banyak pembatasan dari layanan maka peran itu menjadi semakin menonjol. Oleh karena itu, dari studi ini saya kira penting sekali bahwa apoteker perlu ditingkatkan perannya dengan diberikan dukungan. Misal, panduan-panduan untuk mereka bisa mengedukasi masyarakat secara luas, terutama dalam penggunaan antibiotik selama pandemi yang memang meningkat.”

COVID-19 telah menyadarkan kita akan peran penting apotek komunitas di dalam sistem kesehatan, terutama karena banyak puskesmas yang terpaksa tutup karena tingginya jumlah tenaga kesehatan di sana yang terpapar COVID-19. Pada awal pandemi, pemerintah Indonesia mendesak apotek untuk tetap buka dan memastikan akses obat-obatan dan alat pelindung diri (APD) tercukupi, menyebarluaskan informasi tentang COVID-19, dan merujuk pasien ke fasilitas kesehatan yang memadai.

Selain jumlah apotek komunitas yang banyak, gerai ritel obat swasta juga menjamur di Indonesia. Namun, penelitian ini hanya berfokus pada apotek yang memiliki izin, seperti yang dijelaskan oleh dr. Luh Putu Lila Wulandari:

“Pada saat pengumpulan data, aturan lockdown membatasi kami dalam mengamati penjual obat informal secara langsung. Hal ini penting untuk mengetahui peranan mereka sebagai sumber obat-obatan dan APD di Indonesia.”

Memberikan saran kesehatan dan mengkampanyekan penggunaan antibiotik yang tepat

Sebagian besar apoteker tertarik untuk menerima informasi terbaru secara berkala mengenai COVID-19 dan menjadikan Kementerian Kesehatan RI, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, dan Ikatan Apoteker Indonesia sebagai sumber informasi yang dapat dipercaya. Sebaliknya, beberapa apoteker khawatir apabila menerima informasi yang disebarkan melalui media sosial, karena bisa jadi salah atau tidak akurat.

“Temuan lain dari penelitian ini yang mengkhawatirkan adalah meningkatnya permintaan antibiotik yang drastis, meskipun antibiotik tidak direkomendasikan untuk penanganan COVID-19,” jelas dr. Marco Liverani dari London School of Hygiene & Tropical Medicine, salah satu peneliti utama PINTAR.

Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan resistensi antimikroba. Menurut salah satu peneliti utama PINTAR, yaitu Prof. Tri Wibawa, Ph.D., Sp.MK(K) dari Universitas Gadjah Mada, diprediksi pada tahun 2050 jumlah orang yang terkena resistensi antibiotik akan sangat tinggi. “Saat ini kematian akibat resistensi antimikroba sudah mencapai 700 ribu orang per tahun dan diprediksi di tahun 2050 bisa mencapai 10 juta orang per tahun di seluruh dunia. Hal itu menunjukkan resistensi mikroba terhadap antibiotik menjadi ancaman yang jelas di depan mata”. Oleh karena itu, pemerintah harus menerapkan langkah-langkah atau aturan tambahan untuk memantau penggunaan antibiotik dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menggunakan antibiotik secara tepat selama pandemi serta dalam keadaan kedaruratan di masa depan.

Penelitian ini merupakan bagian dari PINTAR (Protecting Indonesia from the Threat of Antibiotic Resistance), penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan pemberian antibiotik secara rasional di masyarakat dan memerangi penyebaran resistensi antimikroba. Penelitian PINTAR dipimpin oleh Kirby Institute of Australia’s University of New South Wales (UNSW) yang bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada, Universitas Sebelas Maret, Kementerian Kesehatan RI, London School of Hygiene & Tropical Medicine and the University College London di Inggris, dan The George Institute for Global Health di UNSW Sydney.

Studi ini didukung oleh hibah dari Indo-Pacific Centre for Health Security (DFAT) di bawah Australian Government’s Health Security Initiative.

Baca hasil penelitian di PLOS Global Public Health

Share This Article

Leave a Comment

Author
Latest From Our Blog
Blog Categories
PINTAR Newsletter

If you wish to receive updates on how the PINTAR Study is progressing, we invite you to subscribe to the PINTAR newsletter.